Perempuan



INT. DAPUR- PAGI
Gemericik suara teh yang dituangkan ke dalam cangkir. WAHYU, seorang bapak rumah tangga, bersenandung sembari memasukkan gula ke dalam cangkir dan mengaduknya. Seorang wanita berpakaian resmi yang sedang hamil tua, DIKA, masuk ke dapur.
DIKA
Sayang, aku berangkat kerja dulu, ya
Wahyu, suaminya, mengangkat cangkir tehnya dari meja. Rok pendek yang dipakainya berkibar-kibar ketika ia berjalan menghampiri Dika.
WAHYU
Tehnya, Sayang.
Dika menyeruput teh itu, lalu menyalami suaminya. Wahyu mencium punggung tangan Dika.
WAHYU
Hati-hati di jalan ya
Tampak seorang anak kecil yang duduk di kursi dapur. Tangannya memangku kedua pipinya, mengamati ibunya yang berjalan dengan cepat menjauhi mereka.
DIKA
Gilang, ayo berangkat
GILANG
Iya, Ma.
GILANG bangkit dari kursinya dan berlari menyusul Dika.

CUT TO LAYAR HITAM
JUDUL: “PEREMPUAN”

GILANG (V.O)
Papaku penurut. Suka bersih-bersih.

FADE IN
INT. RUANG TV- SIANG
Wahyu mengelap lemari dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya mengepel lantai. Wahyu kelihatan sangat kerepotan, tetapi ia masih sempat menyanyi-nyanyi. Gilang yang baru pulang sekolah memandangi papanya dengan tatapan kaget. Tasnya terjatuh ke tanah.
GILANG (V.O)
Memasak.

INT. DAPUR- SIANG
Wahyu sedang menggoreng ikan, minyaknya muncrat ke mana-mana. Wahyu meloncat-loncat menghindari cipratan minyak. Lalu Gilang menyodorkan tutup panci kepada Wahyu. Tutup panci itu digunakan untuk melindungi dirinya dari cipratan minyak, sementara Wahyu membolak-balikkan ikan itu.
GILANG (V.O)
Aku bingung.

EXT. DEPAN RUMAH- PAGI
Gilang berdiri mematung di teras. Di hadapannya berlalu-lalang para tetangga yang melakukan aktivitas mereka masing-masing. Seorang pria yang memakai rok panjang sedang menyirami bunga. Ada juga beberapa pria muda, termasuk ayah Gilang, sedang berkumpul mengerubuti tukang sayur dan memilih-milih sayur.
PRIA 1
Dua ribu lah, Bang.
TUKANG SAYUR
Dua ribu lima ratus.
WAHYU
Tomatnya ada yang lebih bagus nggak, Bang?

INT. RUANG KELUARGA- MALAM
Keluarga Dika sedang menonton tv. Dika dan Wahyu duduk di lantai. Sesekali Wahyu mengelus perut istrinya yang sudah membuncit. Di hadapan mereka ada setoples kacang. Gilang duduk di belakang mereka.
GILANG
Mama?
DIKA
Ya. Sayang?
GILANG
Aku ini laki-laki atau perempuan?
Dika berpaling dari tv kepada Gilang dengan cepat.
DIKA
Tentu saja, laki-laki, Sayang.
GILANG
Apa sih tugas laki-laki?
Wahyu meraih segenggam kacang tanah, matanya tetap terpaku pada tv.
WAHYU
Mengurus anak, bersih-bersih, masak.
DIKA
Jadi bapak rumah tangga.
GILANG
Kalau kerja?
DIKA
Ada sih, tapi nggak umum.
WAHYU
Bukan kodrat seorang laki-laki.

INT. KAMAR GILANG- MALAM
Gilang duduk di sebuah kursi. Tampak sebuah printer yang sedang mencetak artikel. HABIS GELAP TERBITLAH TERANG dengan gambar R. A. Kartini di pojok atas kertas artikelnya. Di layar monitor komputer, Gilang sedang sibuk membaca sebuah artikel website. Florence Nightigale. Hatta. Nelson Mandela.

INT. DAPUR- PAGI
Busa memenuhi tangan Wahyu yang sedang mencuci piring sambil berdendang. Wahyu memakai celemek. Tiba-tiba Gilang muncul dan mengagetkan Wahyu, hampir saja sebuah piring tergelincir dari tangannya.
GILANG
Papa
WAHYU
Gilang? Jangan kagetin Papa, ah.
GILANG
Papa, bisa nggak sih, laki-laki jadi presiden?
WAHYU
Bisa aja. Tapi kalau masih ada perempuan, kenapa harus laki-laki yang jadi presiden?
GILANG
Kenapa harus perempuan, Papa?
WAHYU
Soalnya perempuan itu…
Dari luar rumah terdengar suara tukang sayur yang manggil-manggil.
TUKANG SAYUR (O.S)
Yur… Sayur…
Wahyu menyelesaikan bilasan terakhirnya, lalu meletakkan piring bersih itu di atas rak.
WAHYU
Sebentar, ya, Papa belanja dulu.
TUKANG SAYUR (O.S)
Yur… Sayur…
WAHYU
Sayuuurrr…
Wahyu tergopoh-gopoh keluar dari dapur, meninggalkan Gilang yang kebingungan di dapur. Dika marah dan memanggil-manggil Gilang.
DIKA
Gilang, ayo berangkat bareng Mama.
Gilang memandangi perut mamanya. Sebentar lagi ia akan memiliki adik.

EXT. DI DEPAN RUMAH- PAGI
Gilang dan Dika keluar rumah, di depan rumah ada tukang sayur yang dikerubuti bapak-bapak yang menggunakan daster, termasuk Wahyu. Suasana terlihat ramai.
DIKA
Pa, berangkat dulu, ya
WAHYU
Hati-hati, ya, Ma.
Wahyu mencium tangan Dika.

INT. RUANG MAKAN- PAGI
Suasana ruang makan senyap. Wahyu, Dika, dan Gilang menghabiskan makan malam mereka dalam diam. Gilang membolak-balik wortel dalam piringnya dengan tidak semangat.
GILANG
Ma, Pa, Gilang nggak suka pakai rok.
WAHYU
Lho, kenapa? Laki-laki ya memang bagusnya pakai rok.
GILANG
Nggak nyaman, Pa. Boleh nggak kalau Gilang ke sekolahnya pakai celana?
WAHYU dan DIKA
Nggak boleh
GILANG
Kenapa?
DIKA
Laki-laki ya kodratnya begitu
GILANG
Siapa sih yang nentuin kodrat?
WAHYU
Kodrat ya memang dari sananya, Gilang.
Kesunyian kembali menengahi mereka. Gilang menyendokkan nasi ke dalam mulutnya dengan lesu. Tiba-tiba Dika mengerang kesakitan.
DIKA
Aduh. Aduh, perutku.
WAHYU
(meletakkan sendoknya)
Kenapa, Ma?
DIKA
(Menunjuk perutnya)
Adik si Gilang! Ini! Adik si Gilang!
WAHYU
(panik)
Ha! Adik si Gilang!
Wahyu memundurkan kursi yang diduduki Dika, sementara Dika terlihat lunglai dan berusaha mengatur napasnya.
WAHYU
Ayo, kita ke rumah sakit. Tunggu di rumah ya, Gilang.
Wahyu membimbing Dika bangkit dari tempat duduknya, meninggalkan Gilang yang duduk terbengong-bengong memandangi mereka.
WAHYU
Eh, kunci motor
Pegangan Wahyu terlepas dari Dika, dia berlari mengambil kunci, tetapi saat itu pula Dika langsung terduduk lemas dan meraung-raung. Wahyu tidak jadi mengambil kunci dan kembali menopang Dika dengan pundaknya. Tangannya menunjuk-nunjuk Gilang.
WAHYU
Gilang! Gilang! Ambilkan kunci motor.
GILANG
(bangkit dari kursi)
Di mana?
WAHYU
Di atas meja. Cepetan! Adikmu mau lahir.
GILANG
Meja mana?
WAHYU
Kamar Papa.
Gilang langsung berlari ke kamar papanya, lalu mengambil kunci yang tergeletak di atas meja. Dia berlari ke dapur lagi. Wahyu dan Dika menunggu dengan waswas di ruang makan. Wajah Wahyu sedikit lega ketika Gilang kembali muncul sambil membawa kunci.
WAHYU
Cepat! Cepat!
Gilang memberikan kunci motor itu pada papanya.
CUT TO:

EXT. DI DEPAN RUMAH- PAGI
Wahyu membimbing istrinya  ke atas motor. Raut panik tampak jelas di wajahnya. Setelah istrinya berhasil ia naikkan dengan susah payah ke atas motor, Wahyu segera duduk di depan dan bersiap-siap mengendarai motor. Posisi tangannya sudah berada di stang ketika ia mendadak menyadari sesuatu.
WAHYU
Papa kan nggak bisa naik motor.
Dika menjerit. Wahyu lalu turun dari motornya dan membiarkan Dika mengendarai motor, sementara ia membonceng di belakangnya sambil menenangkan Dika yang panik.
Gilang melongo.

INT. DI RUANG TENGAH- SORE
Cermin besar yang tergantung di dinding. Wajah Gilang yang sedang kacau terpantul dengan jelas di dalamnya. Alis Gilang meninggi heran, mengingat percakapannya dengan papanya di telepon tadi siang.
CUT TO:

INT. KAMAR GILANG- SIANG
Gilang duduk di tepi ranjangnya. Telepon genggam ia tempelkan di telinga. Wahyu sedang menelepon.
WAHYU (O.S)
Selamat ya, Gilang. Adik kamu perempuan.
Gilang tak bisa berkata-kata. Bibirnya bergerak-gerak ingin mengucapkan sesuatu. Tetapi tidak ada suara yang keluar.
CUT BACK TO:

INT. DI RUANG TENGAH- SORE
Gilang memandangi dirinya di depan cermin. Tampak tangannya yang menggenggam erat rok yang sedang dikenakannya. Gilang mengernyitkan alis.
GILANG (V.O)
Kodrat itu Tuhan yang menentukan, bukan?
Terdengar suara resleting yang dibuka. Tampak rok Gilang yang melorot hingga ke mata kaki. Gilang melenggang pergi, menampakkan celana pendek yang ia pakai dibalik rok yang telah ia lepas tadi.

TAMAT


0 Comments