Anja Telinga Panjang dan Tiga Keranjang





Tahukah kalian kalau di desa yang kalian tinggali sekarang ini, pernah hidup seorang anak kecil yang manis sekali? Anja namanya. Rambutnya berwarna merah dan selalu dikepang. Hidungnya tinggi dan mancung. Perangainya, aduh, semua orang seharusnya menyayangi gadis kecil ini, karena dia senang membantu dan sangat suka tersenyum.

Kenapa kubilang ‘seharusnya’?

Ah, ya, karena malangnya, tidak semua orang menyukai Anja. Jangan bilang siapa-siapa karena akan kukatakan satu rahasia besar padamu. Ini dia: Anja punya telinga yang panjang dan runcing, seperti telinga peri, tapi lebih panjang lagi. Anak-anak lain takut pada telinganya. Mereka pikir telinga itu pasti membawa malapetaka. Sebab semua anak yang pernah bermain bersama Anja pasti mengalami kesialan.

Pernah suatu kali Anja bermain boneka dengan gadis-gadis lainnya, tiba-tiba saja Anja mematahkan lengan boneka temannya.

“Aku tidak mau bermain sama Anja lagi,” tukas Milla, si pemilik boneka.

Di lain hari, Anja bergabung dengan anak-anak lelaki yang bermain layangan, tiba-tiba layangan yang dimainkan Anja putus dan tersangkut di pohon yang tinggi. Padahal itu layangan milik Tim, teman Anja.

Anja sedih sekali.

Ia memang tidak memiliki mainan. Makanya Anja selalu pinjam dari teman. Tetapi tiap kali Anja pinjam, mainan itu selalu rusak. Akibatnya tidak ada lagi yang mau bermain dengannya.

Suatu hari, Anja duduk melamun di bawah pohon. Teman-teman Anja sedang bermain lompat tali, tetapi lagi-lagi Anja tidak diajak. Anja sedih sekali. Anja hampir saja menangis kalau seorang nenek berwajah ramah tidak mendatanginya.

“Kenapa tidak ikut bermain?” tanya si Nenek.

Anja bertambah sedih. Ia lalu menceritakan masalahnya pada si Nenek. Nenek tadi tersenyum dan berkata,

“Ada bukit ajaib tempat tinggal tiga peri keranjang. Cobalah ke sana. Kau pasti bisa menyelesaikan masalahmu. Tapi ingat, jangan pernah berhenti hingga sampai di puncak,” pesan si Nenek.

Si Nenek kemudian memberitahukan keberadaan bukit ajaib tersebut. Anja girang sekali. Kalau ia ke sana, mungkin telinganya yang panjang akan menjadi normal, kesialannya akan hilang dan ia akan punya teman. Keesokan harinya, Anja berangkat menuju bukit tersebut dengan semangat.

            Aku akan punya teman, lalalalala
            Teman yang banyak sekali, lilililili

Anja menyanyi ketika memulai perjalanan.

Awalnya Anja akan menumpang sebuah kereta kuda, tetapi pintu kereta itu copot ketika Anja membukanya. Si pemilik kereta kesal sekali dan meminta Anja naik kendaraan lain saja.

Anja sedih, tetapi ia harus tetap semangat. Jadi Anja menyanyi lagi.

            Aku akan punya teman, lalalalala
            Teman yang banyak sekali, lilililili

Seorang pedagang baik hati tiba-tiba datang dan menawarkan tumpangan pada Anja. Anja senang, tetapi lagi-lagi kesialan menimpanya. Ketika Anja akan naik dan memijak roda gerobak si pedagang, roda itu copot dan menggelinding.

Oh, ini semua pasti karena telinga ini, pikir Anja.

Akhirnya dengan sangat terpaksa, Anja harus berjalan kaki. Bukit itu cukup jauh rupanya. Butuh berjam-jam untuk sampai ke sana. Ketika Anja menginjakkan kaki di sana, kaki Anja sudah lemas. Namun, Anja harus mendaki sampai ke puncak bukit.

Bunga indah dan padang rumput hijau terhampar di kanan-kiri Anja. Indah sekali. Beberapa meter setelah Anja mendaki, Anja melihat keranjang emas.

“Ambillah, ambillah. Semua yang aku suka,” kata sebuah suara. Peri kecil berparas cantik tersenyum pada Anja.

Anja melongok ke dalam keranjang. Oh, ada banyak sekali mainan. Bukan hanya boneka dan layangan, tetapi juga rumah-rumahan, mainan bongkar pasang, segala jenis mainan ada di situ. Anja tidak perlu pinjam siapa-siapa lagi. Dia bisa bermain dengan mainannya sendiri.

Tiba-tiba Anja teringat perkataan si Nenek. Jangan berhenti hingga sampai di puncak.

“Tidak. Aku harus ke puncak,” tolak Anja, lalu melanjutkan perjalanan.

Tak lama setelah meninggalkan keranjang yang pertama, Anja menjumpai keranjang kedua yang dijaga oleh peri bersuara merdu.

“Datanglah, datanglah. Semua makanan ada di sini. Tidak akan habis selamanya.” Si Peri menyenandungkan rayuannya.

Anja tertarik. Ia melongok ke dalam keranjang. Dan memang betul, segala macam makanan ada di situ. Wah, jika Anja ambil keranjang ini, ia bisa mengundang semua anak makan di rumahnya dan mengajak mereka bermain.

Bau harum kue bolu, cokelat, permen segala rasa, membuat air liur Anja nyaris menetes. Tetapi untung saja Anja tidak tergoda.

“Apa puncaknya masih jauh?” tanyanya pada si peri.

“Sebentar lagi kau sampai.”

“Oke, baiklah.”

Anja lalu meneruskan perjalanannya. Kakinya sudah terasa seperti air saking capeknya, tetapi Anja tidak boleh menyerah. Puncak bukit itu pasti sudah dekat. Dan benar saja, beberapa menit kemudian, Anja sudah sampai di sana.

Di puncak bukit, tergeletak sebuah keranjang yang tertutup rapat. Ini dia! Anja mendekati keranjang itu. Tidak ada peri yang menjaganya dan  menawarkan isi keranjang itu pada Anja. Keranjang itu pasti berbeda.

Tok... tok...

Anja mengetuk keranjang itu.

Tutup keranjang itu terbuka dan seorang peri muncul. Seorang peri yang sangat sederhana dan terlihat biasa saja. Anja sedikit kecewa ketika melihat keranjang peri tersebut ternyata kosong melompong, tetapi kemudian peri itu bertanya dengan sangat sopan dan membuat Anja terhibur.

“Apa masalahmu? Aku akan membantu.”

Anja lalu bercerita tentang mengapa ia kemari. Tentang telinganya yang panjang dan kesialan-kesialan yang ia temui sepanjang hidupnya hingga tak ada lagi yang mau berteman dengannya.

“Begitu ya,” komentar si peri. “Akan kuberitahukan mantra ajaib yang bisa membuatmu punya banyak teman. Sini, mendekatlah,” kata si peri.

Anja menurut. Peri itu lalu berbisik di telinganya yang panjang.

“Tolong. Maaf. Terima kasih.”

“Tapi itu kata-kata biasa,” protes Anja. “Kenapa kau tidak lenyapkan kupingku yang panjang ini. Ini pembawa sial.”

“Oh, percayalah. Kata-kata tadi adalah mantra paling sakti di dunia. Ini lebih penting daripada menghilangkan telinga panjangmu. Ingat baik-baik,” kata si peri, “ucapkan ‘tolong’ ketika kau meminta sesuatu dari orang lain, termasuk ketika bermain dengan temanmu. Katakan ‘maaf’ ketika kamu melakukan kesalahan, termasuk ketika merusak mainan temanmu. Dan jangan lupa bilang ‘terima kasih’ karena mereka sudah mau bermain denganmu.”

Anja tertegun. Ia tidak pernah mengucapkan ketiganya selama ini. Tiba-tiba saja Anja merasa malu, pantas saja semua orang jadi sebal padanya.

“Terima kasih, peri keranjang,” ucap Anja sungguh-sungguh.

“Sama-sama. Sekarang kembalilah dan temui teman-temanmu.”

Anja mengangguk dan pergi pulang.

Ketika sampai di desanya―ya, desa yang kalian tinggali saat ini―Anja melakukan semua hal yang disuruh peri keranjang ketiga. Ajaib sekali, Milla, Tim, dan teman-teman lainnya kini dengan suka hati meminjamkan mainan mereka kembali dan bermain bersamanya.

Sekarang lagu yang dinyanyikan Anja jadi berbeda sedikit. Lagu itu jadi lebih ceria.

            Aku punya banyak teman, lalalalala
            Teman yang banyak sekali, lilililili.

0 Comments